Mengapa Perjanjian Pertambangan di Indonesia Harus Dibuka ke Publik
Keterbukaan kontrak dan izin industri ekstraktif merupakan norma global yang sedang berkembang pesat. Saat ini, sudah lebih dari 44 negara mempublikasikan setidaknya beberapa kontrak atau izin ekstraktif mereka. Selain itu, standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) yang baru juga mewajibkan negara-negara pelaksana untuk membuka kontrak yang diberikan, dimulai atau diubah setelah 1 Januari 2021. Hal-hal ini mencerminkan bahwa sudah ada pengakuan yang lebih baik di antara pemerintah, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil bahwa publikasi dokumen-dokumen ini dapat membantu meningkatkan tata kelola sumber daya alam dan berkontribusi dalam mewujudkan iklim investasi yang stabil.
Di Indonesia sendiri, kegiatan advokasi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat sipil telah menghasilkan progres yang nyata.2 Pada tahun 2011, keputusan Komisi Informasi Pusat menyatakan bahwa kontrak pertambangan adalah dokumen terbuka, dan keputusan Mahkamah Agung tahun 2016 menyatakan bahwa IUP juga merupakan dokumen terbuka. Bersama dengan persyaratan EITI baru terkait penerbitan kontrak dan izin, keputusan-keputusan tersebut memberikan dasar bagi Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan praktik keterbukaan yang akan menempatkan Indonesia di garis terdepan dalam tren global ini. Laporan singkat ini menjelaskan mengapa Indonesia harus menerbitkan dokumen-dokumen penting ini secara proaktif, memberikan tinjauan umum tentang dokumen-dokumen yang harus dipublikasikan, dan memberikan masukan terkait jalan yang dapat ditempuh untuk mempulikasikan dokumen-dokumen tersebut.
Authors
Robert Pitman
Senior Governance Officer